LEBIH DEKAT MELAYANI UMAT

News 080317b

Rabu, 8 Maret 2017, 19:00

DWP Kemenag Isi Hari Perempuan Internasional Dengan Pengajian

Jakarta (Kemenag) --- Tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memberi makna pada peringatannya, antara lain dengan menggelar pengajian sebagaimana yang dilakukan Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama.
Pengajian ini sebenarnya merupakan kegiatan rutin DWP Kemenag. Namun demikian, kesempatan ini kali dilakukan bersamaan dengan Hari Perempuan Internasional. Pengajian yang digelar di Rumah Dinas Menteri Agama Kebayoran Baru Jakarta dihadiri hampir seluruh pengurus DWP Kementerian Agama.
"Anggota Dharma Wanita Kemenag RI, harus menjadi perempuan tangguh, mandiri, serta agen perubahan yang dapat memberi manfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya," ujar Penasihat DWP Kemenag Trisna Willy Lukman Hakim Saifuddin, Rabu (08/03).

News 080317a

Rabu, 8 Maret 2017, 18:40

RS Haji Pondok Gede Segera Jadi BLU

Jakarta (Kemenag) --- Menag Lukman Hakim Saifuddin menyambut baik rencana penyerahan Rumah Sakit Haji Pondok Gede Jakarta oleh Pemda DKI Jakarta kepada Kementerian Agama setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang akan digelar dalam waktu dekat.
Hal ini disampaikan Menag ketika menerima kunjungan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Rabu (08/03) di kantor Kementerian Agama, Jakarta.
Menurut Menag, sudah ada komitmen dari Pemprov DKI untuk menyerahkan saham tersebut kepada Kementerian Agama sesuai dengan putusan pengadilan, namun perlu dikukuhkan dalam RUPS.
Kepala Biro Hukum dan KLN Gunaryo yang mendampingi Menag, dalam kesempatan tersebut melaporkan bahwa RUPS mendatang agendanya adalah penyerahan hibah saham dari Pemprov DKI Jakarta kepada Kemenag. Selain itu, juga direncanakan akan dilakukan pembubaran PT karena menurutnya saat ini tidak memungkinkan lagi rumah sakit milik pemerintah berbentuk Perseroan Terbatas.

News 080317

Rabu, 8 Maret 2017, 18:09

Kemenag dan Pemprov DKI Segera Serah Terima RS Haji

Jakarta (Kemenag) --- Setelah melalui proses panjang, serah terima asset Rumah Sakit Haji Pondok Gede dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Kementerian Agama sudah mendekati final. Kepala Biro Umum Syafrizal berharap proses serah terima itu sudah bisa dilakukan sebelum berakhirnya bulan Maret 2017.
"Saat ini dikumen serah terima sudah diparaf oleh Biro Hukum Pemerinta Provinsi DKI Jakarta. Insya Allah di bulan Maret ini sudah serah terima," ujar Syafrizal di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (08/03).
Selasa kemarin, selaku Kepala Biro Umum, Syafrizal mendapat tugas mewakili Sekjen Kemenag untuk mendiskusikan proses penyelesaian serah terima bersama Asisten Kesra Fatahillah dan Ketua BPKD DKI Jakarta. Dalam rapat tersebut terungkap bahwa dokumen serah terima sudah diparaf Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta.

history

Sejarah Singkat KUA Kecamatan Pandeglang

Latar Belakang

Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disebut KUA merupakan unit kerja terdepan dan sebagai ujung tombak Kementerian Agama yang secara langsung berhadapan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang keagamaan. Secara historis, Keberadaan KUA adalah sejalan dan seiring dengan keberadaan Departemen Agama RI, yakni pada tanggal 3 Januari 1946, sepuluh bulan kemudian tepatnya pada tanggal 21 November 1946 keluarlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah. Namun demikian, sejarah panjang KUA jauh melampaui masa tersebut, yakni semenjak keberadaan kerajaan Mataram Islam. Pada masa itu, kesultanan Mataram Islam telah mengangkat seorang yang diberi tugas khusus dibidang keagamaan dengan tugas menjalankan fungsi-fungsi sebagai penghulu. 
Pada masa kolonial, unit kerja dengan tugas dan fungsi yang sejenis dengan KUA kecamatan, telah diatur dan diurus di bawah lembaga Kantor Voor Inslanche Zaken (Kantor Urusan Pribumi) yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pendirian unit kerja ini tak lain adalah untuk mengkoordinir tuntutan pelayanan masalah-masalah keperdataan yang menyangkut umat Islam yang merupakan produk pribumi. Kelembagaan ini kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Jepang melalui lembaga sejenis dengan sebutan Shumbu.
Pada masa kemerdekaan, KUA Kecamatan dikukuhkan melalui Undang-Undang No. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk (NTR). Undang-undang ini diakui sebagai pijakan legal bagi berdirinya KUA kecamatan. Pada mulanya, kewenangan KUA sangat luas, meliputi bukan hanya masalah NR saja, melainkan juga masalah talak. Dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang diberlakukan dengan PP. No. 9 tahun 1975, maka kewenangan KUA kecamatan dikurangi oleh masalah talak cerai yang diserahkan ke Pengadilan Agama. 
Dalam perkembangan selanjutnya, Kepres No. 45 tahun 1974 yang disempurnakan dengan Kepres No. 30 tahun 1978, mengatur bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan sebagaian tugas Departemen Agama Kabupaten di bidang urusan agama Islam di wilayah Kecamatan . 
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan, mengisaratkan bahwa KUA tidak saja menangani NR, tetapi juga penertiban tanah wakaf di wilayah Kecamatan dari mulai AIW sampai memfasilitasi ke Badan Pertanahan Nasional untuk pensertifikatan tanah wakaf karena Kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
Selanjutnya, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Haji. Kantor Urusan Agama sesuai Surat Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 17 Tahun 2005 bahwa KUA harus melaksanakan proses bimbingan manasik haji bagi calon jemaah haji. 
Dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama, Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disebut KUA adalah Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementrian Agama Kabupaten/ Kota di Bidang Urusan Agama Islam dan ayat (2) disebutkan Bahwa Kantor Urusan Agama berkedudukan di wilayah kecamatan. Dengan kata lain KUA sesungguhnya merupakan unit pelaksana teknis di bidang urusan agama Islam di wilayah kecamatan. 
Sejalan dengan perkembangan yang begitu pesat saat ini, KUA sebagai Unit Pelayanan Publik dan menjadi unit pelaksana teknis di bidang urusan agama Islam di tingkat kecamatan, dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Tuntutan tersebut semakin menguat seiring dengan terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Walaupun dalam Undang-undang tersebut, Kementerian Agama (pada saat UU ini terbit, masih bernama Departemen Agama) merupakan salah satu dari lima instansi pemerintah yang tidak turut diotonomikan. 
Terlebih, setelah terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 yang ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia nomor 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian Agama, KUA tidak bisa tidak, harus menata diri, dengan tetap mengacu pada prinsip pelayanan prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan akuntabel Kini, arah ke layanan primapun semakin mendesak untuk diwujudkan. 
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 39 Tahun 2012, KUA memiliki kedudukan sebagai pelaksana sebagaian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di Bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan. Diantara tugas yang diemban oleh KUA adalah melaksanakan pelayanan, pengawasan , pencatatan dan pelaporan nikah dan rujuk, bimbingan keluarga sakinah, bimbingan kemasjidan dan bimbingan pembinaan syariah. 
Melihat kedudukan dan fungsinya tersebut, KUA seyogyanya tidak hanya melaksanakan tugas-tugas formalnya saja, tetapi harus mampu menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah instansi kepanjangan tangan Kementerian Agama dalam melaksanakan pelayanan publik di bidang urusan Agama Islam. Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius. Sebab jika tidak, maka KUA akan senantiasa dikesankan oleh masyarakat luas hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengurusi pelayanan pernikahan dan rujuk semata. Dan andaikata kondisi semacam ini tetap dipertahankan, maka KUA pada khususnya dan Kementerian Agama pada umumnya akan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. 
Dari paradigma di atas, KUA secara kelembagaan paling tidak mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai unit pelayanan publik dan sekaligus sebagai unit pelaksana teknis Bidang Urusan Agama Islam di Tingkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang dalam pelaksanaan tugasnya di bawah koordinasi Kepala Seksi Bimas Islam. Peran ini mengisyaratkan bahwa KUA juga mengemban tugas-tugas sosial keagamaan di luar kedinasan sebagai teladan masyarakat. 

Sejarah Berdiri

Keberadaan Kantor Urusan Agama Islam yang lebih dikenal dengan sebutan KUA adalah sejalan dan seiring dengan keberadaan Departemen Agama RI, yakni pada tanggal 03 Januari 1964, Sepuluh Bulan kemudian tepatnya pada tanggal 21 November 1946 keluarlah Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, namun demikian sejarah panjang KUA jauh melampaui masa tersebut, yakni semenjak keberadaan Kerajaan Mataram Islam. Pada masa itu Kesultanan Mataram Islam telah mengangkat seorang yang diberi tugas khusus dibidang keagamaan dengan tugas menjalankan fungsi – fungsi sebagai penghulu.
Dalam Keputusan Menteri Agama RI No. 517 Tahun 2001 tentang Pencatatan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan berkedudukan di Wilayah Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota yang dikoordinasi oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam / Bimas Islam / Bimas dan Kelembagaan Agama Islam. Dan pasal (2) bahwa disebutkan KUA mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota dibidang Urusan Agama Islam dalam Wilayah / Kecamatan. Dengan kata lain KUA sesungguhnya merupakan Unit Pelaksana Urais di Wilayah Kecamatan.
Melihat Keputusan Menteri Agama ( KMA ) tersebut diatas, KUA memiliki kedudukan sebagai Pelaksana sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota dibidang Urais di Wilayah Kecamatan. Diantara tugas yang diemban oleh KUA adalah melakukan pelayanan dibidang Nikah, Rujuk, Kemesjidan, Perwakafan, Ibadah Sosial, Pengembangan Keluarga Sakinah, Kependudukan dan Lain – lain.

Kondisi Obyektif

Kecamatan Pandeglang terletak di Pusat atau Jantung Pemerintahan Kabupaten Pandeglang dengan jumlah Kelurahan 9 Kelurahan, 94 RW dan 336 RT.
Secara geografis Kecamatan Pandeglang berbatasan sebelah Utara dengan Kecamatan Karang Tanjung, sebelah Selatan Kecamatan Majasari, sebelah Timur Kecamatan Banjar dan sebelah Barat sampai Gunung Karang yang berbatasan dengan Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang. 
Sebagian besar penduduk Kecamatan Pandeglang bermata pencaharian petani, pedagang, wiraswasta, pengusaha, jasa. pegawai negeri sipil, militer dan sebagian lagi ada yang bermata pencaharian sebagai buruh.
Secara keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Pandeglang adalah 79.134 jiwa, yang terdiri dari laki – laki 40.864 jiwa dan perempuan 38.370 jiwa. Berdasarkan data keagamaan, penduduk Kecamatan Pandeglang terdiri dari agama yang bervariasi dan didominasi mayoritas 90 % agama Islam. Adapun luas wilayah Kecamatan Pandeglang adalah 3.631.922 Ha. Terdiri dari darat 1.076.016 Ha dan sawah 1.285.355 Ha.
Kantor Urusan Agama ( KUA ) memiliki posisi yang sangat strategis, posisi strategis ini tidak terlepas dari salah satu tugas dan fungsi KUA itu sendiri, yaitu sebagai koordinator dan administrator kegiatan – kegiatan di tingkat Kecamatan. Kantor Urusan Agama berdiri diatas bangunan tanah Wakaf seluas 382 M2.

Daftar Nama Kepala KUA dari Masa ke Masa

NO.
NAMA
MASA JABATAN
01
MOCH. ARIEF
TAHUN 1980 – 1985
02
AHMAD JUWAENI, BA.
TAHUN 1985 – 1995
03
ENTIK SUTIHAT, BA.
TAHUN 1995 – 1997
04
H. MURTADO
TAHUN 1997 – 1998
05
RUSYADI, SH.
TAHUN 1998 – 1999
06
Drs. KASWAD
TAHUN 1999 – 2001
07
Drs. A. FADLOLY
TAHUN 2001 – 2004
08
SUHAEMI
TAHUN 2004 – 2005
09
Drs. H. NAWASI
TAHUN 2005 - 2010
10
Drs. H. SAJIDIN
TAHUN 2010 - 2014
11
BURHANUDIN FIQRI, S.Ag., M.Pd.
TAHUN 2014 – Januari 2017
12
Drs. H. SAJIDIN, M.Pd.
Januari 2017 - Sekarang

history

Sejarah Singkat KUA Kecamatan Pandeglang

Latar Belakang

Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disebut KUA merupakan unit kerja terdepan dan sebagai ujung tombak Kementerian Agama yang secara langsung berhadapan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang keagamaan. Secara historis, Keberadaan KUA adalah sejalan dan seiring dengan keberadaan Departemen Agama RI, yakni pada tanggal 3 Januari 1946, sepuluh bulan kemudian tepatnya pada tanggal 21 November 1946 keluarlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah. Namun demikian, sejarah panjang KUA jauh melampaui masa tersebut, yakni semenjak keberadaan kerajaan Mataram Islam. Pada masa itu, kesultanan Mataram Islam telah mengangkat seorang yang diberi tugas khusus dibidang keagamaan dengan tugas menjalankan fungsi-fungsi sebagai penghulu. 
Pada masa kolonial, unit kerja dengan tugas dan fungsi yang sejenis dengan KUA kecamatan, telah diatur dan diurus di bawah lembaga Kantor Voor Inslanche Zaken (Kantor Urusan Pribumi) yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pendirian unit kerja ini tak lain adalah untuk mengkoordinir tuntutan pelayanan masalah-masalah keperdataan yang menyangkut umat Islam yang merupakan produk pribumi. Kelembagaan ini kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Jepang melalui lembaga sejenis dengan sebutan Shumbu.
Pada masa kemerdekaan, KUA Kecamatan dikukuhkan melalui Undang-Undang No. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk (NTR). Undang-undang ini diakui sebagai pijakan legal bagi berdirinya KUA kecamatan. Pada mulanya, kewenangan KUA sangat luas, meliputi bukan hanya masalah NR saja, melainkan juga masalah talak. Dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang diberlakukan dengan PP. No. 9 tahun 1975, maka kewenangan KUA kecamatan dikurangi oleh masalah talak cerai yang diserahkan ke Pengadilan Agama. 
Dalam perkembangan selanjutnya, Kepres No. 45 tahun 1974 yang disempurnakan dengan Kepres No. 30 tahun 1978, mengatur bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan sebagaian tugas Departemen Agama Kabupaten di bidang urusan agama Islam di wilayah Kecamatan . 
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan, mengisaratkan bahwa KUA tidak saja menangani NR, tetapi juga penertiban tanah wakaf di wilayah Kecamatan dari mulai AIW sampai memfasilitasi ke Badan Pertanahan Nasional untuk pensertifikatan tanah wakaf karena Kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
Selanjutnya, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Haji. Kantor Urusan Agama sesuai Surat Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 17 Tahun 2005 bahwa KUA harus melaksanakan proses bimbingan manasik haji bagi calon jemaah haji. 
Dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama, Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disebut KUA adalah Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementrian Agama Kabupaten/ Kota di Bidang Urusan Agama Islam dan ayat (2) disebutkan Bahwa Kantor Urusan Agama berkedudukan di wilayah kecamatan. Dengan kata lain KUA sesungguhnya merupakan unit pelaksana teknis di bidang urusan agama Islam di wilayah kecamatan. 
Sejalan dengan perkembangan yang begitu pesat saat ini, KUA sebagai Unit Pelayanan Publik dan menjadi unit pelaksana teknis di bidang urusan agama Islam di tingkat kecamatan, dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Tuntutan tersebut semakin menguat seiring dengan terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Walaupun dalam Undang-undang tersebut, Kementerian Agama (pada saat UU ini terbit, masih bernama Departemen Agama) merupakan salah satu dari lima instansi pemerintah yang tidak turut diotonomikan. 
Terlebih, setelah terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 yang ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia nomor 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian Agama, KUA tidak bisa tidak, harus menata diri, dengan tetap mengacu pada prinsip pelayanan prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan akuntabel Kini, arah ke layanan primapun semakin mendesak untuk diwujudkan. 
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 39 Tahun 2012, KUA memiliki kedudukan sebagai pelaksana sebagaian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di Bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan. Diantara tugas yang diemban oleh KUA adalah melaksanakan pelayanan, pengawasan , pencatatan dan pelaporan nikah dan rujuk, bimbingan keluarga sakinah, bimbingan kemasjidan dan bimbingan pembinaan syariah. 
Melihat kedudukan dan fungsinya tersebut, KUA seyogyanya tidak hanya melaksanakan tugas-tugas formalnya saja, tetapi harus mampu menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah instansi kepanjangan tangan Kementerian Agama dalam melaksanakan pelayanan publik di bidang urusan Agama Islam. Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius. Sebab jika tidak, maka KUA akan senantiasa dikesankan oleh masyarakat luas hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengurusi pelayanan pernikahan dan rujuk semata. Dan andaikata kondisi semacam ini tetap dipertahankan, maka KUA pada khususnya dan Kementerian Agama pada umumnya akan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. 
Dari paradigma di atas, KUA secara kelembagaan paling tidak mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai unit pelayanan publik dan sekaligus sebagai unit pelaksana teknis Bidang Urusan Agama Islam di Tingkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang dalam pelaksanaan tugasnya di bawah koordinasi Kepala Seksi Bimas Islam. Peran ini mengisyaratkan bahwa KUA juga mengemban tugas-tugas sosial keagamaan di luar kedinasan sebagai teladan masyarakat. 

Sejarah Berdiri

Keberadaan Kantor Urusan Agama Islam yang lebih dikenal dengan sebutan KUA adalah sejalan dan seiring dengan keberadaan Departemen Agama RI, yakni pada tanggal 03 Januari 1964, Sepuluh Bulan kemudian tepatnya pada tanggal 21 November 1946 keluarlah Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, namun demikian sejarah panjang KUA jauh melampaui masa tersebut, yakni semenjak keberadaan Kerajaan Mataram Islam. Pada masa itu Kesultanan Mataram Islam telah mengangkat seorang yang diberi tugas khusus dibidang keagamaan dengan tugas menjalankan fungsi – fungsi sebagai penghulu.
Dalam Keputusan Menteri Agama RI No. 517 Tahun 2001 tentang Pencatatan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan berkedudukan di Wilayah Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota yang dikoordinasi oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam / Bimas Islam / Bimas dan Kelembagaan Agama Islam. Dan pasal (2) bahwa disebutkan KUA mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota dibidang Urusan Agama Islam dalam Wilayah / Kecamatan. Dengan kata lain KUA sesungguhnya merupakan Unit Pelaksana Urais di Wilayah Kecamatan.
Melihat Keputusan Menteri Agama ( KMA ) tersebut diatas, KUA memiliki kedudukan sebagai Pelaksana sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota dibidang Urais di Wilayah Kecamatan. Diantara tugas yang diemban oleh KUA adalah melakukan pelayanan dibidang Nikah, Rujuk, Kemesjidan, Perwakafan, Ibadah Sosial, Pengembangan Keluarga Sakinah, Kependudukan dan Lain – lain.

Kondisi Obyektif

Kecamatan Pandeglang terletak di Pusat atau Jantung Pemerintahan Kabupaten Pandeglang dengan jumlah Kelurahan 9 Kelurahan, 94 RW dan 336 RT.
Secara geografis Kecamatan Pandeglang berbatasan sebelah Utara dengan Kecamatan Karang Tanjung, sebelah Selatan Kecamatan Majasari, sebelah Timur Kecamatan Banjar dan sebelah Barat sampai Gunung Karang yang berbatasan dengan Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang. 
Sebagian besar penduduk Kecamatan Pandeglang bermata pencaharian petani, pedagang, wiraswasta, pengusaha, jasa. pegawai negeri sipil, militer dan sebagian lagi ada yang bermata pencaharian sebagai buruh.
Secara keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Pandeglang adalah 79.134 jiwa, yang terdiri dari laki – laki 40.864 jiwa dan perempuan 38.370 jiwa. Berdasarkan data keagamaan, penduduk Kecamatan Pandeglang terdiri dari agama yang bervariasi dan didominasi mayoritas 90 % agama Islam. Adapun luas wilayah Kecamatan Pandeglang adalah 3.631.922 Ha. Terdiri dari darat 1.076.016 Ha dan sawah 1.285.355 Ha.
Kantor Urusan Agama ( KUA ) memiliki posisi yang sangat strategis, posisi strategis ini tidak terlepas dari salah satu tugas dan fungsi KUA itu sendiri, yaitu sebagai koordinator dan administrator kegiatan – kegiatan di tingkat Kecamatan. Kantor Urusan Agama berdiri diatas bangunan tanah Wakaf seluas 382 M2.

Daftar Nama Kepala KUA dari Masa ke Masa

NO.
NAMA
MASA JABATAN
01
MOCH. ARIEF
TAHUN 1980 – 1985
02
AHMAD JUWAENI, BA.
TAHUN 1985 – 1995
03
ENTIK SUTIHAT, BA.
TAHUN 1995 – 1997
04
H. MURTADO
TAHUN 1997 – 1998
05
RUSYADI, SH.
TAHUN 1998 – 1999
06
Drs. KASWAD
TAHUN 1999 – 2001
07
Drs. A. FADLOLY
TAHUN 2001 – 2004
08
SUHAEMI
TAHUN 2004 – 2005
09
Drs. H. NAWASI
TAHUN 2005 - 2010
10
Drs. H. SAJIDIN
TAHUN 2010 - 2014
11
BURHANUDIN FIQRI, S.Ag., M.Pd.
TAHUN 2014 – Januari 2017
12
Drs. H. SAJIDIN, M.Pd.
Januari 2017 - Sekarang

Sejarah Singkat KUA Kecamatan Pandeglang

Latar Belakang

Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disebut KUA merupakan unit kerja terdepan dan sebagai ujung tombak Kementerian Agama yang secara langsung berhadapan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang keagamaan. Secara historis, Keberadaan KUA adalah sejalan dan seiring dengan keberadaan Departemen Agama RI, yakni pada tanggal 3 Januari 1946, sepuluh bulan kemudian tepatnya pada tanggal 21 November 1946 keluarlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah. Namun demikian, sejarah panjang KUA jauh melampaui masa tersebut, yakni semenjak keberadaan kerajaan Mataram Islam. Pada masa itu, kesultanan Mataram Islam telah mengangkat seorang yang diberi tugas khusus dibidang keagamaan dengan tugas menjalankan fungsi-fungsi sebagai penghulu. 
Pada masa kolonial, unit kerja dengan tugas dan fungsi yang sejenis dengan KUA kecamatan, telah diatur dan diurus di bawah lembaga Kantor Voor Inslanche Zaken (Kantor Urusan Pribumi) yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pendirian unit kerja ini tak lain adalah untuk mengkoordinir tuntutan pelayanan masalah-masalah keperdataan yang menyangkut umat Islam yang merupakan produk pribumi. Kelembagaan ini kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Jepang melalui lembaga sejenis dengan sebutan Shumbu.
Pada masa kemerdekaan, KUA Kecamatan dikukuhkan melalui Undang-Undang No. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk (NTR). Undang-undang ini diakui sebagai pijakan legal bagi berdirinya KUA kecamatan. Pada mulanya, kewenangan KUA sangat luas, meliputi bukan hanya masalah NR saja, melainkan juga masalah talak. Dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang diberlakukan dengan PP. No. 9 tahun 1975, maka kewenangan KUA kecamatan dikurangi oleh masalah talak cerai yang diserahkan ke Pengadilan Agama. 
Dalam perkembangan selanjutnya, Kepres No. 45 tahun 1974 yang disempurnakan dengan Kepres No. 30 tahun 1978, mengatur bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan sebagaian tugas Departemen Agama Kabupaten di bidang urusan agama Islam di wilayah Kecamatan . 
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan, mengisaratkan bahwa KUA tidak saja menangani NR, tetapi juga penertiban tanah wakaf di wilayah Kecamatan dari mulai AIW sampai memfasilitasi ke Badan Pertanahan Nasional untuk pensertifikatan tanah wakaf karena Kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
Selanjutnya, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Haji. Kantor Urusan Agama sesuai Surat Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 17 Tahun 2005 bahwa KUA harus melaksanakan proses bimbingan manasik haji bagi calon jemaah haji. 
Dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama, Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disebut KUA adalah Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementrian Agama Kabupaten/ Kota di Bidang Urusan Agama Islam dan ayat (2) disebutkan Bahwa Kantor Urusan Agama berkedudukan di wilayah kecamatan. Dengan kata lain KUA sesungguhnya merupakan unit pelaksana teknis di bidang urusan agama Islam di wilayah kecamatan. 
Sejalan dengan perkembangan yang begitu pesat saat ini, KUA sebagai Unit Pelayanan Publik dan menjadi unit pelaksana teknis di bidang urusan agama Islam di tingkat kecamatan, dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Tuntutan tersebut semakin menguat seiring dengan terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Walaupun dalam Undang-undang tersebut, Kementerian Agama (pada saat UU ini terbit, masih bernama Departemen Agama) merupakan salah satu dari lima instansi pemerintah yang tidak turut diotonomikan. 
Terlebih, setelah terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 yang ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia nomor 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian Agama, KUA tidak bisa tidak, harus menata diri, dengan tetap mengacu pada prinsip pelayanan prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan akuntabel Kini, arah ke layanan primapun semakin mendesak untuk diwujudkan. 
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 39 Tahun 2012, KUA memiliki kedudukan sebagai pelaksana sebagaian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di Bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan. Diantara tugas yang diemban oleh KUA adalah melaksanakan pelayanan, pengawasan , pencatatan dan pelaporan nikah dan rujuk, bimbingan keluarga sakinah, bimbingan kemasjidan dan bimbingan pembinaan syariah. 
Melihat kedudukan dan fungsinya tersebut, KUA seyogyanya tidak hanya melaksanakan tugas-tugas formalnya saja, tetapi harus mampu menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah instansi kepanjangan tangan Kementerian Agama dalam melaksanakan pelayanan publik di bidang urusan Agama Islam. Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius. Sebab jika tidak, maka KUA akan senantiasa dikesankan oleh masyarakat luas hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengurusi pelayanan pernikahan dan rujuk semata. Dan andaikata kondisi semacam ini tetap dipertahankan, maka KUA pada khususnya dan Kementerian Agama pada umumnya akan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. 
Dari paradigma di atas, KUA secara kelembagaan paling tidak mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai unit pelayanan publik dan sekaligus sebagai unit pelaksana teknis Bidang Urusan Agama Islam di Tingkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang dalam pelaksanaan tugasnya di bawah koordinasi Kepala Seksi Bimas Islam. Peran ini mengisyaratkan bahwa KUA juga mengemban tugas-tugas sosial keagamaan di luar kedinasan sebagai teladan masyarakat. 

Sejarah Berdiri

Keberadaan Kantor Urusan Agama Islam yang lebih dikenal dengan sebutan KUA adalah sejalan dan seiring dengan keberadaan Departemen Agama RI, yakni pada tanggal 03 Januari 1964, Sepuluh Bulan kemudian tepatnya pada tanggal 21 November 1946 keluarlah Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, namun demikian sejarah panjang KUA jauh melampaui masa tersebut, yakni semenjak keberadaan Kerajaan Mataram Islam. Pada masa itu Kesultanan Mataram Islam telah mengangkat seorang yang diberi tugas khusus dibidang keagamaan dengan tugas menjalankan fungsi – fungsi sebagai penghulu.
Dalam Keputusan Menteri Agama RI No. 517 Tahun 2001 tentang Pencatatan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan berkedudukan di Wilayah Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota yang dikoordinasi oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam / Bimas Islam / Bimas dan Kelembagaan Agama Islam. Dan pasal (2) bahwa disebutkan KUA mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota dibidang Urusan Agama Islam dalam Wilayah / Kecamatan. Dengan kata lain KUA sesungguhnya merupakan Unit Pelaksana Urais di Wilayah Kecamatan.
Melihat Keputusan Menteri Agama ( KMA ) tersebut diatas, KUA memiliki kedudukan sebagai Pelaksana sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota dibidang Urais di Wilayah Kecamatan. Diantara tugas yang diemban oleh KUA adalah melakukan pelayanan dibidang Nikah, Rujuk, Kemesjidan, Perwakafan, Ibadah Sosial, Pengembangan Keluarga Sakinah, Kependudukan dan Lain – lain.

Kondisi Obyektif

Kecamatan Pandeglang terletak di Pusat atau Jantung Pemerintahan Kabupaten Pandeglang dengan jumlah Kelurahan 9 Kelurahan, 94 RW dan 336 RT.
Secara geografis Kecamatan Pandeglang berbatasan sebelah Utara dengan Kecamatan Karang Tanjung, sebelah Selatan Kecamatan Majasari, sebelah Timur Kecamatan Banjar dan sebelah Barat sampai Gunung Karang yang berbatasan dengan Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang. 
Sebagian besar penduduk Kecamatan Pandeglang bermata pencaharian petani, pedagang, wiraswasta, pengusaha, jasa. pegawai negeri sipil, militer dan sebagian lagi ada yang bermata pencaharian sebagai buruh.
Secara keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Pandeglang adalah 79.134 jiwa, yang terdiri dari laki – laki 40.864 jiwa dan perempuan 38.370 jiwa. Berdasarkan data keagamaan, penduduk Kecamatan Pandeglang terdiri dari agama yang bervariasi dan didominasi mayoritas 90 % agama Islam. Adapun luas wilayah Kecamatan Pandeglang adalah 3.631.922 Ha. Terdiri dari darat 1.076.016 Ha dan sawah 1.285.355 Ha.
Kantor Urusan Agama ( KUA ) memiliki posisi yang sangat strategis, posisi strategis ini tidak terlepas dari salah satu tugas dan fungsi KUA itu sendiri, yaitu sebagai koordinator dan administrator kegiatan – kegiatan di tingkat Kecamatan. Kantor Urusan Agama berdiri diatas bangunan tanah Wakaf seluas 382 M2.

Daftar Nama Kepala KUA dari Masa ke Masa

NO.
NAMA
MASA JABATAN
01
MOCH. ARIEF
TAHUN 1980 – 1985
02
AHMAD JUWAENI, BA.
TAHUN 1985 – 1995
03
ENTIK SUTIHAT, BA.
TAHUN 1995 – 1997
04
H. MURTADO
TAHUN 1997 – 1998
05
RUSYADI, SH.
TAHUN 1998 – 1999
06
Drs. KASWAD
TAHUN 1999 – 2001
07
Drs. A. FADLOLY
TAHUN 2001 – 2004
08
SUHAEMI
TAHUN 2004 – 2005
09
Drs. H. NAWASI
TAHUN 2005 - 2010
10
Drs. H. SAJIDIN
TAHUN 2010 - 2014
11
BURHANUDIN FIQRI, S.Ag., M.Pd.
TAHUN 2014 – Januari 2017
12
Drs. H. SAJIDIN, M.Pd.
Januari 2017 - Sekarang